Sabtu, 22 Agustus 2009

Dinar IMN Hadir Mendobrak Kezaliman


Dinar emas dan dirham perak telah hadir kembali di nusantara selama hampir sepuluh tahun. Kedua mata uang Islam yang telah membawa keberkahan dan keadilan perdagangan dinia pada masa kejayaan Islam, kini hadir dengan misi serupa. Momentum kerusakan tatanan perdagangan (baca: ekonomi) dunia akibat keserakahan kapitalisme yang berjantung pada uang kertas menjadikan kehadiran dinar-dirham kali ini semestinya akan sangat lebih bermakna.

Mata uang dinar-dirham hadir kembali untuk mendobrak kezaliman uang kertas. Salah satu kezaliman yang diciptakannya adalah perampasan harta dan kebebasan masyarakat. Dengan menukar harta dengan uang kertas, maka seseorang telah menyediakan diri untuk dipermainkan oleh nilai politis uang kertas yang setiap saat bisa berubah bahkan hancur. Selain itu mereka juga dikekang kebebasannya untuk bertransaksi secara adil dengan pihak lain, karena pemberlakuan uang kertas pasti diikuti dengan berbagai aturan restriktif. Salah satu bukti pemaksaan negara, di Indonesia, dalam pemberlakuan uang kertas adalah larangan bertransaksi sehari-hari dengan uang negara lain, selain rupiah.

Pencetakan dinar-dirham IMN

Jika selama ini Islamic Mint Nusantara (IMN) bekerjasama dengan pihak lain dalam pencetakan koin, maka mulai bulan Juni 2009 telah keluar dirham yang dicetak sendiri oleh para master mint yang dimiliki IMN. Bulan Agustus 2009 juga menyusul koin dinar hasil cetakan dari tangan para fuqara Shaykh Dr. Abdalqadir As-sufi di Indonesia. Dengan demikian lengkap sudah kehadiran koin Islam, senjata ampuh untuk melawan kekejian kapitalisme, yang sepenuhnya disajikan oleh muslimin.

Koin-koin dengan kualitas tinggi ini dicetak dengan mengikuti standar yang ditetapkan oleh World Islamic Trade Organization (WITO) yang dipelopori oleh Prof. Umar Vadillo. Dalam menetapkan standarnya WITO merujuk pada koin-koin yang dikeuarkan dan ditetapkan oleh Khalifah Umar bin Khattab. Dalah hal ini IMN dalam proses pencetakannya mengikuti standar WITO, dan bukan standar internasional lainnya, mengingat bahwa inilah standar yang telah terbukti ampuh digunakan ribuan tahun hingga jatuhnya kekhalifahan Turki Utsmani.

Keberanian IMN, dan juga minting di tempat lain seperti World Islamic Mint, meninggalkan standar lainnya seperti ISO, LBMA, SNI, dan sebagainya, merupakan bagian dari komitmen untuk menegakkan kedaulatan Islam. Sekali lagi, kehadiran dinar cetakan IMN ini adalah bentuk pendobrakan dari monopoli kebenaran terutama atas kadar emas dan perak yang selama ini dimonopoli oleh lembaga internasional maupun perusahaan nasional yang telah ada.

Diharapkan seluruh lapisan jamaah Islam dapat kembali mengikuti standar Islam. Dan khusus untuk dinar-dirham dengan beralih menggunakan koin-koin yang dikeluarkan oleh sesama jamaah Islam. Pada masa Islam selama ratusan tahun menguasai perdagangan dunia, telah terbukti koin-koin perak dan emas telah dapat menjadi alat transaksi antara dunia Islam dan dunia barat yang diterima dan menjamin keadilan. Maka kali ini pun sama, dalam beberapa waktu kedepan insyaallah dinar-dirham ini akan menciptakan keadilan dan kesetaraan dalam bertransaksi antar ummat manusia di manapun. Insyaallah. Oleh: As’ad Nugroho, 1 Ramadhan 1430 H

Sabtu, 15 Agustus 2009

Memasuki Fase Kedua Kembalinya Dinar-Dirham

Bagi Anda yang sudah memegang dinar emas dan dirham perak, pernyataan sebagai berikut ini tentu sudah sering didengar dan dipahami.

“Kenaikan harga dinar dalam rupiah per tahun rata-rata 25%, jauh lebih tinggi dibanding dengan bunga deposito dan yang sejenisnya. Ini menunjukkan bahwa dinar lebih baik dari deposito sebagai instrumen investasi.”

“Jika dalam rupiah harga barang dan jasa semakin mahal dari waktu ke waktu, maka dengan dinar harga produk semakin murah. Untuk berhaji, tahun 1998 membutuhkan uang senilai 98 dinar, tahun 2002 membutuhkan 72 dinar, maka tahun 2008 lalu hanya seharga 23 dinar saja. Ini juga berlaku untuk barang lain seperti motor misalnya, yang pada tahun 2004 seharga 20 dinar, tahun 2009 ini untuk type dan merek yang sama hanya seharga 10 dinar saja. Menyimpan dinar adalah sebuah solusi cerdas untuk menyelamatkan harta.”

“Dalam sistem keuangan berbasis dinar tidak ada kata inflasi. Sejak jaman rasulullah hingga saat ini harga seekor kambing adalah 1 dinar dan seekor ayam seharga 1 dirham. Maka simpan dan gunakanlah dinar untuk melindungi nilai harta Anda dari gerusan inflasi yang amat jahat”.

Semua ungkapan di atas sepenuhnya benar dan perlu terus di sampaikan ke masyarakat, terutama yang masih baru mengenal dinar-dirham. Selagi uang kertas masih menguasai sistem transaksi dalam kehidupan sehari-hari, maka dinar-dirham memang menjadi alternatif ampuh untuk menyelamatkan nilai harta, dalam konteks sebagai “investasi”.

Namun hakikat kehadiran kembali dinar dirham tidak hanya berhenti sampai di instrumen investasi, penyelamatan harta, atau yang sejenisnya. Pengenalan dan penggunaan dinar-dirham dalam konteks di atas adalah fase awal dari kembalinya dua mata uang Islam tersebut. Dan fase ini di Indonesia sudah berjalan selama hampir sepuluh tahun, sebuah waktu yang cukup panjang untuk kemudian perlu beranjak menuju fase berikutnya.

Bermuammalah Dengan Dinar-Dirham

Fase kedua pada kembalinya dinar-dirham adalah digunakannya kembali koin-koin tersebut sebagai alat pertukaran dalam bermuamalah secara Islam. Bentuk muammalah berbasis dinar-dirham ini diantaranya adalah untuk perdagangan dan melakukan kerjasama usaha. Bermuammalah dengan dinar-dirham selain mengikuti tuntunan Islam juga lebih menjamin keadilan bagi kedua belah pihak karena nilainya yang kekal.

Dengan telah kembali hadirnya dinar-dirham, maka muamalah dapat langsung dijalankan oleh siapapun. Jika ada dua orang, yang satu memiliki dinar-dirham dan yang satu memiliki komoditi maka jual-beli secara islami sudah langsung bisa dijalankan. Begitupula jika yang satu memegang dinar-dirham dan lainnya memiliki usaha dan membutuhkan modal, seketika itu pula muamalah juga langsung bisa terjadi.

Namun muammalah yang lebih massal dan terstruktur juga perlu segera dijalankan, dengan menghadirkan pasar Islam sebagai perangkatnya. Pasar Islam berbasis dinar-dirham dan mengikuti amal yang dicontohkan Rasulullah, seperti tidak boleh ada pungutan, tidak ada klaim kepemilikian tempat berdagang, hadir pengatur pasar, ada batas waktu operasional pasar, dsb, akan lebih mempercepat tegaknya muammalah.

Saat ini fase kedua tersebut telah kita masuki dengan pelan tapi pasti. Beberapa toko dan pasar perdagangan dengan dirham telah dibuka oleh beberapa orang dan komunitas seperti toko sembako Ghuroba di komplek masjid salman ITB, dan sebagainya. Pasar Islam tiap Jum’at juga sudah mulai dilaksanakan di pelataran masjid salman ITB Bandung.

Beberapa milestone gerakan pengembalian tegaknya muammalah ini tentu saja perlu terus dipelihara dan dikembangkan. Diharapkan praktik-praktik serupa terus dapat direplikasi di tempat dan kota lain, sehingga makin banyak muslim yang dapat bermuammalah dan mendapatkan kebaikan dari perdagangan yang adil dan menyejahterakan.

Jika fase kedua ini telah dapat dilaksanakan dengan sempurna maka diharapkan segera terbentuk komunitas masyarakat yang berkeadilan dan terhindar dari riba. Jika kita bisa lolos dengan baik dari fase ini maka diharapkan fase akhir dari kembalinya dinar-dirham ini akan segera tercapai. Ini semua demi kebaikan muslimin dan non muslim serta terbentuknya tatanan dunia yang lebih adil. Wallahua’lam. Oleh: as’ad nugroho, direktur master wakala nusantara (www.dinarfirst.com). 15 agustus 2009