Minggu, 04 Oktober 2009

Mengapa Terjadi Perbedaan Harga Dinar?

Saat ini di Indonesia ada beberapa institusi pencetak dinar-dirham, pusat pengedaran dinar-dirham dan jamaah muslim yang menggunakan dinar-dirham sebagai alat pertukaran. Tentu saja kondisi ini bisa menjadi sebuah kelebihan maupun kekurangan dalam gerakan pengembalian dinar-dirham sebagai mata uang tunggal. Salah satu kelebihannya adalah masyarakat bisa memilih, dan dalam hal ini bisa dianggap sebagai berlomba-lomba dalam berbuat baik. Namun bisa menjadi bumerang jika ada pihak-pihak yang menyalahgunakannya untuk kepentingan yang tidak semestinya dan mempraktikkannya secara menyimpang.

Namun sebagai sebuah gerakan yang masih baru, khususnya di Indonesia, semua pihak semestinya mengedepankan persamaan dari pada perbedaan, demi keberhasilan pencapaian tujuan bersama ini. Cara-cara yang bijak dan dengan kata-kata yang baik (bil hikmah wal maw’idhoh hasanah) menjadi cara yang semestinya ditempuh jika ada perbedaan, khususnya yang menyangkut hal yang syar’i, maupun jika ada perbedaan teknis.

Salah satu contoh perbedaan teknis adalah dalam hal tidak seragamnya rate dinar-dirham atas rupiah. Saat ini diketahui bahwa minimal ada empat harga dinar-dirham dalam rupiah yang dikeluarkan oleh institusi yang berbeda, salah satunya yang tertera di http://www.dinarfirst.com/. Ini adalah hal baru yang tidak ada contohnya di masa Rasulullah karena jaman itu tidak ada uang kertas. Yang terjadi waktu itu adalah pertukaran antara dinar dengan dirham dan kedua uang itu dengan barang/jasa.

Jika saat ini terjadi perbedaan harga dalam rupiah, kemungkinan disebabkan oleh faktor-faktor berikut ini. Pertama, karena perbedaan harga perolehan bahan baku emas dan perak dari beberapa institusi tersebut. Emas dan perak saat ini bisa didapatkan dari tambang rakyat, toko emas, diimpor dari luar negeri atau dari PT Aneka Tambang. Tentu saja harga di masing-masing sumber tersebut bisa berbeda. Bahkan sesama emas murni yang dikeluarkan oleh Logam Mulia pun harganya juga bisa bervariasi di pasaran.

Sebagai acuan harga emas dan perak dunia, saat ini yang digunakan adalah pergerakan harga emas dan perak di bursa London sebagaimana grafiknya tertera di http://www.kitco.com/. Namun di pasar lokal seperti di Indonesia emas dan perak bisa ditransaksikan sama dengan harga tersebut atau beberapa persen lebih mahal dari harga tersebut. Hal ini bergantung dari keuntungan yang diambil oleh para pedagang besar yang bermain. Kejelian institusi untuk mendapatkan bahan baku dinar-dirham yang murah ini akan sangat menentukan competitiveness lembaga tersebut.

Kedua, perbedaan biaya cetak dinar-dirham. Dalam mencetak dinar-dirham tentu saja memerlukan biaya baik dari pengadaan peralatan, pengadaan bahan pendukung, dan biaya-biaya produksi lainnya. Semakin efisien alat dan bahan yang digunakan serta penciptaan ritme kerja yang makin produktif maka akan mempengaruhi efisiensi kerja lembaga, yang tentu saja akan berpengaruh terhadap harga dan kualitas produk yang dihasilkan.

Ketiga, perbedaan biaya handling. Aktivitas handling ini diantaranya termasuk proses distribusi dan pemasaran. Biasanya biaya handling yang besar adalah pada pengelolaan kantor, biaya promosi dan biaya riset dan pengembangan (R&D). Dengan tidak mengurangi kualitas layanan dan hak para pihak yang terlibat, institusi juga mestinya bisa menjadi efisien. Efisiensi yang berdampak pada turunnya harga produk ini tentu demi kepentingan masyarakat pengguna dirham dan untuk keberlanjutan misi lembaga.

Dengan berbagai faktor tersebut institusi yang terlibat dalam pencetakan dan pengedaran dinar-dirham diharapkan mampu berlomba-lomba secara sehat dalam melayani para nasabah. Keunggulan lain, di luar harga produk, yang akan menarik minat masyarakat diantaranya adalah keluasan jaringan outlet penukaran, ketersediaan merchant yang siap melayani transaksi dengan dinar-dirham, fleksibilitas penukaran dari dinar-dirham-rupiah, fasilitas penyimpanan, dan sebagainya. Mari kita ciptakan ladang amal dengan dinar-dirham ini yang jauh tipu-muslihat, pemaksaan berdalih kekuasaan dan perlombaan mencapai kebaikan yang tidak sehat. Fastabiqul khairat. (as’ad- http://www.dinarfirst.com/).

Sabtu, 22 Agustus 2009

Dinar IMN Hadir Mendobrak Kezaliman


Dinar emas dan dirham perak telah hadir kembali di nusantara selama hampir sepuluh tahun. Kedua mata uang Islam yang telah membawa keberkahan dan keadilan perdagangan dinia pada masa kejayaan Islam, kini hadir dengan misi serupa. Momentum kerusakan tatanan perdagangan (baca: ekonomi) dunia akibat keserakahan kapitalisme yang berjantung pada uang kertas menjadikan kehadiran dinar-dirham kali ini semestinya akan sangat lebih bermakna.

Mata uang dinar-dirham hadir kembali untuk mendobrak kezaliman uang kertas. Salah satu kezaliman yang diciptakannya adalah perampasan harta dan kebebasan masyarakat. Dengan menukar harta dengan uang kertas, maka seseorang telah menyediakan diri untuk dipermainkan oleh nilai politis uang kertas yang setiap saat bisa berubah bahkan hancur. Selain itu mereka juga dikekang kebebasannya untuk bertransaksi secara adil dengan pihak lain, karena pemberlakuan uang kertas pasti diikuti dengan berbagai aturan restriktif. Salah satu bukti pemaksaan negara, di Indonesia, dalam pemberlakuan uang kertas adalah larangan bertransaksi sehari-hari dengan uang negara lain, selain rupiah.

Pencetakan dinar-dirham IMN

Jika selama ini Islamic Mint Nusantara (IMN) bekerjasama dengan pihak lain dalam pencetakan koin, maka mulai bulan Juni 2009 telah keluar dirham yang dicetak sendiri oleh para master mint yang dimiliki IMN. Bulan Agustus 2009 juga menyusul koin dinar hasil cetakan dari tangan para fuqara Shaykh Dr. Abdalqadir As-sufi di Indonesia. Dengan demikian lengkap sudah kehadiran koin Islam, senjata ampuh untuk melawan kekejian kapitalisme, yang sepenuhnya disajikan oleh muslimin.

Koin-koin dengan kualitas tinggi ini dicetak dengan mengikuti standar yang ditetapkan oleh World Islamic Trade Organization (WITO) yang dipelopori oleh Prof. Umar Vadillo. Dalam menetapkan standarnya WITO merujuk pada koin-koin yang dikeuarkan dan ditetapkan oleh Khalifah Umar bin Khattab. Dalah hal ini IMN dalam proses pencetakannya mengikuti standar WITO, dan bukan standar internasional lainnya, mengingat bahwa inilah standar yang telah terbukti ampuh digunakan ribuan tahun hingga jatuhnya kekhalifahan Turki Utsmani.

Keberanian IMN, dan juga minting di tempat lain seperti World Islamic Mint, meninggalkan standar lainnya seperti ISO, LBMA, SNI, dan sebagainya, merupakan bagian dari komitmen untuk menegakkan kedaulatan Islam. Sekali lagi, kehadiran dinar cetakan IMN ini adalah bentuk pendobrakan dari monopoli kebenaran terutama atas kadar emas dan perak yang selama ini dimonopoli oleh lembaga internasional maupun perusahaan nasional yang telah ada.

Diharapkan seluruh lapisan jamaah Islam dapat kembali mengikuti standar Islam. Dan khusus untuk dinar-dirham dengan beralih menggunakan koin-koin yang dikeluarkan oleh sesama jamaah Islam. Pada masa Islam selama ratusan tahun menguasai perdagangan dunia, telah terbukti koin-koin perak dan emas telah dapat menjadi alat transaksi antara dunia Islam dan dunia barat yang diterima dan menjamin keadilan. Maka kali ini pun sama, dalam beberapa waktu kedepan insyaallah dinar-dirham ini akan menciptakan keadilan dan kesetaraan dalam bertransaksi antar ummat manusia di manapun. Insyaallah. Oleh: As’ad Nugroho, 1 Ramadhan 1430 H

Sabtu, 15 Agustus 2009

Memasuki Fase Kedua Kembalinya Dinar-Dirham

Bagi Anda yang sudah memegang dinar emas dan dirham perak, pernyataan sebagai berikut ini tentu sudah sering didengar dan dipahami.

“Kenaikan harga dinar dalam rupiah per tahun rata-rata 25%, jauh lebih tinggi dibanding dengan bunga deposito dan yang sejenisnya. Ini menunjukkan bahwa dinar lebih baik dari deposito sebagai instrumen investasi.”

“Jika dalam rupiah harga barang dan jasa semakin mahal dari waktu ke waktu, maka dengan dinar harga produk semakin murah. Untuk berhaji, tahun 1998 membutuhkan uang senilai 98 dinar, tahun 2002 membutuhkan 72 dinar, maka tahun 2008 lalu hanya seharga 23 dinar saja. Ini juga berlaku untuk barang lain seperti motor misalnya, yang pada tahun 2004 seharga 20 dinar, tahun 2009 ini untuk type dan merek yang sama hanya seharga 10 dinar saja. Menyimpan dinar adalah sebuah solusi cerdas untuk menyelamatkan harta.”

“Dalam sistem keuangan berbasis dinar tidak ada kata inflasi. Sejak jaman rasulullah hingga saat ini harga seekor kambing adalah 1 dinar dan seekor ayam seharga 1 dirham. Maka simpan dan gunakanlah dinar untuk melindungi nilai harta Anda dari gerusan inflasi yang amat jahat”.

Semua ungkapan di atas sepenuhnya benar dan perlu terus di sampaikan ke masyarakat, terutama yang masih baru mengenal dinar-dirham. Selagi uang kertas masih menguasai sistem transaksi dalam kehidupan sehari-hari, maka dinar-dirham memang menjadi alternatif ampuh untuk menyelamatkan nilai harta, dalam konteks sebagai “investasi”.

Namun hakikat kehadiran kembali dinar dirham tidak hanya berhenti sampai di instrumen investasi, penyelamatan harta, atau yang sejenisnya. Pengenalan dan penggunaan dinar-dirham dalam konteks di atas adalah fase awal dari kembalinya dua mata uang Islam tersebut. Dan fase ini di Indonesia sudah berjalan selama hampir sepuluh tahun, sebuah waktu yang cukup panjang untuk kemudian perlu beranjak menuju fase berikutnya.

Bermuammalah Dengan Dinar-Dirham

Fase kedua pada kembalinya dinar-dirham adalah digunakannya kembali koin-koin tersebut sebagai alat pertukaran dalam bermuamalah secara Islam. Bentuk muammalah berbasis dinar-dirham ini diantaranya adalah untuk perdagangan dan melakukan kerjasama usaha. Bermuammalah dengan dinar-dirham selain mengikuti tuntunan Islam juga lebih menjamin keadilan bagi kedua belah pihak karena nilainya yang kekal.

Dengan telah kembali hadirnya dinar-dirham, maka muamalah dapat langsung dijalankan oleh siapapun. Jika ada dua orang, yang satu memiliki dinar-dirham dan yang satu memiliki komoditi maka jual-beli secara islami sudah langsung bisa dijalankan. Begitupula jika yang satu memegang dinar-dirham dan lainnya memiliki usaha dan membutuhkan modal, seketika itu pula muamalah juga langsung bisa terjadi.

Namun muammalah yang lebih massal dan terstruktur juga perlu segera dijalankan, dengan menghadirkan pasar Islam sebagai perangkatnya. Pasar Islam berbasis dinar-dirham dan mengikuti amal yang dicontohkan Rasulullah, seperti tidak boleh ada pungutan, tidak ada klaim kepemilikian tempat berdagang, hadir pengatur pasar, ada batas waktu operasional pasar, dsb, akan lebih mempercepat tegaknya muammalah.

Saat ini fase kedua tersebut telah kita masuki dengan pelan tapi pasti. Beberapa toko dan pasar perdagangan dengan dirham telah dibuka oleh beberapa orang dan komunitas seperti toko sembako Ghuroba di komplek masjid salman ITB, dan sebagainya. Pasar Islam tiap Jum’at juga sudah mulai dilaksanakan di pelataran masjid salman ITB Bandung.

Beberapa milestone gerakan pengembalian tegaknya muammalah ini tentu saja perlu terus dipelihara dan dikembangkan. Diharapkan praktik-praktik serupa terus dapat direplikasi di tempat dan kota lain, sehingga makin banyak muslim yang dapat bermuammalah dan mendapatkan kebaikan dari perdagangan yang adil dan menyejahterakan.

Jika fase kedua ini telah dapat dilaksanakan dengan sempurna maka diharapkan segera terbentuk komunitas masyarakat yang berkeadilan dan terhindar dari riba. Jika kita bisa lolos dengan baik dari fase ini maka diharapkan fase akhir dari kembalinya dinar-dirham ini akan segera tercapai. Ini semua demi kebaikan muslimin dan non muslim serta terbentuknya tatanan dunia yang lebih adil. Wallahua’lam. Oleh: as’ad nugroho, direktur master wakala nusantara (www.dinarfirst.com). 15 agustus 2009

Rabu, 29 Juli 2009

Dirham Sebagai Alat Pembayaran

Kembali dicetaknya koin pecahan 1 dirham menjadi salah satu alternatif menabung dan berinvestasi bagi masyarakat khususnya ummat Islam di Indonesia. Selain sambutan gembira dengan hadirnya kembali koin perak yang sekitar 7 abad silam sempat mewarnai perdagangan yang adil antara dunia barat dengan dunia timur ini, ada pula pertanyaan seputar keandalan koin dirham perak di banding koin dinar emas. Beberapa poin berikut ini menunjukkan berbagai kesamaan, bahkan kelebihan dirham di banding dinar untuk mewujudkan sistem perdagangan dan investasi yang lebih memenuhi syariah yang sesuai dengan ilmu dan amal yang dicontohkan.

Pertama, harga perak memiliki kecenderungan naik seiring dengan kenaikan/fluktuasi harga emas. Tercatat dalam lima tahun terakhir kenaikan harga perak adalah sebagai berikut ini (sumber: www.kitco.com, harga per troy ounce, dalam US$). Tahun 2004 naik dari US$ 6,2995 ke US$ 7,1040 (naik 12,77%), tahun 2005: dari 6,6093 ke 8,6331 (naik 30,62%), tahun 2006: dari 9,1538 ke 13,3605 (naik 45,96%), tahun 2007: dari 12,8389 ke 14,2992 (naik 11,37%), tahun 2008: dari 15,9611 ke 10,2852 (turun 35,56%) dan tahun 2009 (sampai bulan Juni) dari 11,2914 ke 14,0289 (naik24,24%).


Bandingkan dengan fluktuasi harga emas dalam kurun dan satuan yang sama sebagai berikut ini. Tahun 2004 naik dari US$ 413,99 ke US$ 441,76 (naik 6,71%), tahun 2005: dari 424,15 ke 509,76 (naik 20,18%), tahun 2006: dari 549,86 ke 629,79 (naik 14,54%), tahun 2007: dari 631,17 ke 803,20 (naik 27,26%), tahun 2008: dari 889,60 ke 816,09 (turun 8,26%) dan tahun 2009 (sampai bulan Juni) dari 858,69 ke 928,64 (naik 8,15%). Secara akumulatif kenaikan harga perak dari awal 2004 hingga Juni 2009 adalah 89,40%, sedangkan untuk kurun yang sama kenaikan harga emas hanya 68,57%.

Trend kenaikan harga dirham belum dapat disajikan saat ini karena tidak tersedianya koin dirham dalam hampir empat tahun terakhir. Kenaikan harga perak ini, tentunya juga harga dirham, membuktikan bahwa koin ini sama bagusnya dengan dinar sebagai alat investasi. Hal ini akan menghindarkan gerusan inflasi bagi para pemilik harta, terutama yang masih menyimpan dalam bentuk uang kertas atau media investasi lain yang pertumbuhan nilainya lebih rendah dari angka inflasi tahunan.

Kedua, dirham bisa dipertukarkan dengan dinar, dan sebaliknya, tanpa dikenai perbedaan kurs. Misalnya untuk saat ini PT IMN melalui Master Wakala Nusantara, yang merujuk pada ketentuan World Islamic Trade Organization (WITO), menentukan bahwa 1 dinar sama dengan 40 dirham. Ini artinya bahwa para pemegang 40 koin dirham bila menginginkan untuk mengubah simpanannya menjadi dinar tinggal datang ke wakala dan melakukan penukaran tersebut.

Adanya kurs pertukaran antardua jenis koin ini memberikan kepastian bahwa nilai dirham akan seimbang dengan nilai dinar dalam jumlah tertentu. Selain itu bagi para pemilik dinar jika membutuhkan uang rupiah dalam jumlah sedikit, misalnya 40% dari nilai dinar, maka bisa menukarkan koinnya dengan dengan dirham baru kemudia merupiahkan beberapa koin dirhamnya, tanpa harus memegang sisa tabungannya dalam rupiah.


Ketiga, dengan harga satuannya yang kecil, maka memungkinkan masyarakat yang selama ini belum bisa menabung dalam uang islam ini untuk mulai menjangkaunya. Jika selama ini ada sebagian masyarakat yang harus menunggu katakanlah tiga bulan sekali untuk mendapatkan satu dinar, maka saat ini bisa dilakukan dengan tiap bulan menabung 13 dirham, atau 3 dirham seminggu. Hal ini telah memberikan kepastian dan kemudahan para peminat tabungan dalam koin Islam ini untuk mendapatkannya kapanpun. Dirham akan mampu menjangkau penggunaan dan pemanfaatan uang Islam ini kepada masyarakat yang jauh lebih luas daripada hanya menggunakan dinar saja.


Keempat, masih terkait dengan harga satuannya yang jauh lebih kecil dari dinar, maka koin ini akan lebih mudah digunakan sebagai alat transaksi. Koin ini akan mampu digunakan untuk transaksi pembelian barang dan jasa pada kisaran Rp 35 ribu seperti pakaian, jasa medis, obat dan kosmetik herbal, dan sebagainya. Koin ini juga akan lebih fleksibel untuk ditransaksikan pada produk yang mendekati satu dinar seperti paket kambing aqiqah yang biasanya mulai dipasarkan dengan harga Rp 900 ribu, bisa diganti menjadi 26 dirham.


Dengan berbagai keunggulan koin pecahan 1 dirham tersebut, maka tiga fungsi utama mata uang yaitu sebagai Alat Tukar (Medium of Exchange), sebagai Penyimpan Nilai (Store of Value) dan sebagai Satuan Perhitungan/Timbangan (Unit of Account) tersebut makin tercermin dalam diri koin perak ini. Maka dengan kembalinya koin pecahan 1 dirham ini diharapkan akan mempercepat terwujudnya transaksi dan investasi yang lebih memenuhi kaidah syariah di Indonesia dan dunia.


oleh as’ad nugroho – direktur MWN, Juni 2009, also posted at: www.dinarfirst.com